Selasa, 29 Juni 2010

CIRI-CIRI AKSIDENSI

Ciri-ciri Aksidensi

A. Pendahuluan
Aksidensi merupakan bagian dari kategori pengertian. Hal ini mengacu kepada pendapat Aristoteles, bahwa pengertian digolongkan menjadi dua golongan besar, yaitu ‘substansi’ dan ‘aksidensi’.
Menurut Aristoteles, gagasan-gagasan atau konsepsi yang ada dalam pikiran tidak diambil dari alam ide sebagaimana disampaikan Plato, melainkan direkam dari alam nyata, kenyataan empiris yang ditangkap indera. Gagasan atau konsepsi dari alam riil yang direkam indera kemudian diolah dan disusun secara sistematis menurut aturan logis untuk mengungkap gagasan dan kebenaran lain yang lebih tinggi daripada apa yang dicapai indera. Jika dalam pikiran seseorang telah terbentuk konsep-konsep kebenaran, maka dengan silogisme atau aturan logis, akan di temukan kebenaran atau gagasan lain yang tidak dikenal sebelumnya.. Prinsip kerja dari gagasan ini adalah (1) adanya benda-benda alam yang bisa diindera, (2) terjadinya gambaran atau persepsi dalam pikiran, (3) pengungkapan atas gambaran yang ada dalam pikiran tersebut lewat bahasa atau kata.Tentang penentuan apa yang ada yang ditangkap pikiran lewat indera.

B. Pengertian Aksidensi
Substansi adalah pengertian yang menunjuk hal yang adanya pada dirinya sendiri, tidak tergantung pada yang lain diluar dirinya. Aksidensi adalah pengertian yang menunjuk hal yang adanya tidak pada dirinya sendiri melainkan melekat dan sangat bergantung pada substansi.
Aristoteles menyelidiki tentang hakikat ‘Ada’ (Things) ini, ia membedakan bahwa ada itu ada yang primer dan sekunder. ‘Ada’ yang primer disebut dengan ‘substansi’, yaitu sesuatu yang menunjukkan dirinya sendiri dan tidak memerlukan sesuatu yang lain (dalam penunjukkannya). ‘Ada’ yang sekunder disebut dengan ‘aksiden-aksiden’, yaitu suatu hal yang tidak berdiri sendiri, tetapi ia harus dihubungkan dengan sesuatu yang lain yang berdiri sendiri. Dengan kata lain, aksiden-aksiden hanya dapat berada dalam suatu substansi dan tidak pernah lepas darinya.

C. Ciri-ciri Aksidensi
Realitas menurut Aristoteles tersusun atas satu substansi dan sembilan aksidensi yang terkenal dengan nama sepuluh kategori (The Categories). Maka sepuluh kategori yang dimaksud adalah 1) Substansi (Substance) 2) Kualitas (Quality) 3) Kuantitas (Quantity) 4) Relasi (Relation) 5) Tempat/Ruang (Place) 6) Waktu (Time) 7) Kedudukan (Position/Posture) 8) Keadaan (State/Clothing) 9) Aktivitas (Activity/Action) 10) Pasifitas (Passivity/Affection). Ciri-ciri aksidensi menurut aristoteles adalah:
1) Merupakan sesuatu yang menjadi sifat khusus dari barang sesuatu.
2) Hal-hal tersebut bersifat material.
3) Hal-hal tersebut mampu bereksistensi.
4) Terkungkung oleh ruang dan waktu.
Berdasarkan ciri diatas maka aksidensi secara garis besar bisa di kategorikan sebagai berikut:
1. Kualitas (Quality)
Kualitas merupakan salah satu bentuk ‘aksiden-aksiden’, yaitu suatu hal yang tidak berdiri sendiri, yang menunjukkan nilai dan potensi dari sesuau substansi yang di tempatinya, sehingga apabila dihubungkan dengan sesuatu yang lain yang berdiri sendiri (substansi) maka nilai atau potensi dari sesuatu itu akan menjadi ciri khusus dari substansi tersebut.Misal: Manusia adalah mahluk yang cerdas. Sifat cerdas akan menjadi ciri khusus dari manusia tersebut.
2. Kuantitas (Quantity)
Kuantitas memberikan sifat khusus pada substansi berupa kapasitas dan jumlah dari sesuatu tersebut. Misal: manusia itu tingginya 180 cm.
3. Relasi (Relation)
Relasi merupakan aksiden yang tidak bisa berdiri sendiri tanpa ada substansi yang di lekatinya. Relasi memberikan ciri kusus berupa hubungan atau relasivitas. Misal: Aristoteles lebih muda dari Plato.
4. Tempat / Ruang (Place).
Tempat adalah salah satu bentuk aksiden yang akan memberikan ciri khusus kepada substansinya berupa lokasi atau wilayah. Misal: Plato tinggal di Athena.
5. Waktu (time).
Misal: Seseorang yang hidup pada abad ke 5 SM
6. Kedudukan (Potition/Posture).
Merupakan bentuk aksiden yang memberikan sifat khusus pada substansinya berupa keadaan atau posisi dari sesuatu tersebut. Misal: manusia itu sedang duduk.
7. Keadaan (State).
Misal: anak itu berpakaian.
8. Aktivitas (Activity)
Misal: manusia itu telah memotong sepotong kain.
9. Pasifitas (Pasivity/ Affection)
Misal: Manusia itu dibunuh dengan racun.

D. Kesesatan Aksidensi
Kesesatan ini terjadi jika kita menerapkan prinsip-prinsip umum atau pernyataan umu kepada peristiwa-peristiwa tertentu yang karena keadaanya yang bersifat aksedential menyebabkan penerapan itu tidak cocok. Contohnya, seseorang member susu dan buah-buahan kepada bayinya meskipun bayi itu sakit, dengan pengrtian bahwa susu dan buah-buahan itu baik bagi bayi, maka si ibu itu melakukan penalaran yang sesat karena aksidensinya. Contoh lain, yaitu makan itu pekerjaan yang baik. Akan tetapi jika kita makan ketika berpuasa, maka penalaran kita sesat karena aksidensi.


DAFTAR PUSTAKA

Lorens Bagus, Kamus Filsafat, (Jakarta, Gramedia, 1996), 530.
Kattsoff, Pengantar Filsafat, terj. S. Sumargono, (Yogyakarta, Tiara Wacana, 1992), 130.
Dardiri, Humaniora, Filsafat dan Logika, (Jakarta, Rajawali, 1985)
Harun Hadiwijono, Sari Sejarah Filsafat, 38-9; Copleston, A History of Philosophy, I, 372.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar